Oleh: M. Jabalnur, SHI
Lahirnya agama
Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 menimbulkan suatu tenaga
penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam
merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan
dan perkembangannya. Masuk dan berkembangnya Islam ke Aceh dipandang dari segi
historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama
tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada
perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa
Islam masuk ke Aceh abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk
pertama kali ke Aceh pada abad ke-7 M.
Tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Aceh, di kalangan para sejarawan
terdapat beberapa pendapat.
Ahmad Mansur
Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar. Pertama,
teori
Gujarat, India. Islam
dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India
melalui peran para pedagang India
muslim pada sekitar abad ke-13 M.
Kedua, teori
Makkah.
Islam dipercaya tiba di Aceh langsung dari
Timur Tengah
melalui jasa para pedagang
Arab muslim sekitar
abad ke-7 M.
Ketiga, teori Persia.
Islam tiba di Aceh melalui peran para pedagang asal Persia
yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat
sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M. Melalui Kesultanan Tidore
yang juga menguasai Tanah Papua, sejak abad ke-17, jangkauan terjauh penyebaran
Islam sudah mencapai Semenanjung Onin
di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
(A Mustofa Abdullah,1999: 23)..
Kalau Ahli Sejarah Barat beranggapan bahwa
Islam masuk di Aceh mulai abad 13 adalah tidak benar, HAMKA berpendapat bahwa
pada tahun 625 M sebuah naskah Tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok
bangsa Arab yang telah bermukim di pantai Barat Sumatra (Barus) pada saat nanti
wilayah Barus ini akan masuk ke wilayah kerajaan Srivijaya. Pada tahun 674M
semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman bi Affan, memerintahkan mengirimkan
utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat
itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Sima ptra
ratu Sima dari Kalingga masuk Islam (A Mustofa Abdullah, 1999: 29).
Sanggahan Teori Islam Masuk Aceh abad 13
melalui Pedagang GujaratTeori Islam Masuk Aceh abad 13 melalui pedagang Gujarat
adalah tidaklah benar, apabila benar maka tentunya Islam yang akan berkembang
kebanyakan di Aceh adalah aliran Syiah karena Gujarat pada masa itu beraliran
Syiah, akan tetapi kenyataan Islam di Aceh didominasi Mashab Safi'i.
Datangnya Islam ke Aceh dilakukan secara damai,
dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf,
ilmu tauhid dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan, yang semuanya
mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang di Aceh. Karena sebelum agama Islam masuk ke
Aceh, berbagai macam agama dan kepercayaan seperti Animisme, Dinamisme (
percaya benda hidub dan benda mati ) , Hindu, dan Budha telah dianut oleh
masyarakat Aceh Bahkan pada abad 7-12 M di beberapa wilayah Aceh telah berdiri
kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha.Masuknya Islam ke Aceh pertama kali pada abad
pertama hijriah kira-kira abad ke-7 M. Islam masuk ke Aceh melalui dua jalur
yaitu: (a). Jalur Utara dengan rute: Arab (Mekkah dan Madinah), Damaskus,
Bagdad, Gujarat (Pantai Barat India), Srilanka dan Indonesia dan (b). Jalur
Selatan dengan rute: Arab (Mekkah dan Madinah), Yaman, Gujarat, Srilanka,
Indonesia.
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah
melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga
ke-16 membuat pedagangpedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam
perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja
dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi
pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan
mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka lama kelamaan menjadi banyak.
Daerah pertama dari
kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah pantai Sumatra bagian Utara.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama Islam telah tersebar keseluruh pelosok
kepulauan Indonesia, sehingga mayoritas Masyarakat Aceh beragama Islam. Para
pedagang dari India yakni bangsa Arab, Persi, dan Gujarat yang juga mubalig
Islam banyak yang menetap dibandar-bandar sepanjang Sumut. Mereka menikah
dengan wanita-wanita pribumi yang sebelumnya telah di Islamkan, sehingga
terbentuklah keluarga-keluarga Muslim.Para mubalig Islam pada waktu itu, tidak
hanya bedakwah kepada para penduduk biasa tetapi juga kepada raja-raja kecil
hingga akhirnya berdiri kerajaan Islam pertama yaitu Samudra Pasai dengan perkembangan islam di Aceh, Agama Islam
telah mampu mengadakan perubahan masyarakat di tanah Arab dari kehidupan barbar
menjadi kehidupan yang berperadaban. Islam telah mampu menata kehidupan
berbangsa dan bernegara secara demokrasi. dan, Islam telah mampu menghapuskan
kehidupan feudal( MENGUASAI ) menjadi kehidupan demokrasi.
Sampai
memasuki zaman melinium yaitu Tahun 2000 lengkaplah islam memasuki seluruh sendi-sendi masyarakat
Aceh hingga seratus persen masyarakat
pribumi adalah islam sehingga dengan
adanya bermacam gejolak politik antara Aceh dengan Jakarta hingga lahirlah
qanun yang mengesahkan pelaksanaan
Syariat Islam di Aceh tetapi masih menjadi tanda tanya besar apakah kualitasnya
sebanding dengan kuantitasnya.
Aceh
sebagai sebuah kerajaan Islam yang pernah terkenal di wilayah Asia Tenggara
pada masa dahulu telah ditabalkan sebagai daerah Serambi Makkah. Penyebutan
Serambi Mekkah untuk Aceh bukan merupakan sebuah peristiwa, akan tetapi
merupakan sebuah ungkapan apresiasinya masyarakat muslim, setidak-tidaknya
masyarakat muslim Asia Tenggara terhadap Aceh yang begitu gigih mengembangkan
dan mempertahankan Islam sebagai agama yang suci. Sebagaimana ditunjukkan oleh
sejarah bahwa masyarakat Aceh telah lama memeluk Islam yaitu sekitar tahun 800
Masehi. Sejak itu mereka telah menjadikan Islam sebagai barometer dalam meniti
kehidupan. Apabila persoalan yang timbul dalam perjalanan kehidupan, mereka
lebih senang merujuk pada ajaran Islam untuk mencari solusinya. Bahkan dapat
dikatakan Islam menjadi rujukan utama bagi masyarakat Aceh dalam menyelesaikan
segala permasalahan baik persoalan politik, ekonomi, sosial budaya dan juga
sosial keagamaan. Realitas itulah para penganut Islam di kawasan lain memahami
bahwa agama Islam memiliki akar yang kuat dalam kehidupan masyarakat Aceh. (Umar kayam:1989; 37-38 )
Negeri
Aceh pada abad ke 15 M pernah mendapat gelar yang sangat terhormat dari umat
Islam nusantara. Negeri ini dijuluki “Serambi Makkah” sebuah gelar yang penuh
bernuansa keagamaan, keimanan, dan ketaqwaan. Menurut analisis pakar sejarawan,
ada 5 sebab mengapa Aceh menyandang gelar mulia itu.
1.
Aceh merupakan daerah perdana masuk
Islam di Nusantara, tepatnya di kawasan pantai Timur, Peureulak, dan Pasai.
Dari Aceh Islam berkembang sangat cepat ke seluruh nusantara sampai ke
Philipina. Mubaligh-mubaligh Aceh meninggalkan kampung halaman untuk
menyebarkan agama Allah kepada manusia. Empat orang diantara Wali Songo yang
membawa Islam ke Jawa berasal dari Aceh, yakni Maulana Malik Ibrahim, Sunan
Ngampel, Syarif Hidayatullah, dan Syeikh Siti Jenar.
2.
Aceh pernah menjadi kiblat ilmu
pengetahuan di Nusantara dengan hadirnya Jami’ah Baiturrahman (Universitas
Baiturrahman) lengkap dengan berbagai fakultas. Para mahasiswa yang menuntut
ilmu di Aceh datang dari berbagai penjuru dunia, dari Turki, Palestina, India,
Bangladesh, Pattani, Mindanau, Malaya, Brunei Darussalam, dan Makassar.
3.
Kerajaan Aceh Darussalam pernah mendapat
pengakuan dari Syarif Makkah atas nama Khalifah Islam di Turki bahwa Kerajaan Aceh
adalah “pelindung” kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Nusantara. Karena itu
seluruh sultan-sultan nusantara mengakui Sulatan Aceh sebagai “payung” mereka
dalam menjalankan tugas kerajaan.
4.
Aceh pernah menjadi pangkalan/pelabuhan
Haji untuk seluruh nusantara. Orang-orang muslim nusantara yang naik haji ke
Makkah dengan kapal laut, sebelum mengarungi Samudra Hindia menghabiskan waktu
sampai enam bulan di Bandar Aceh Darussalam. Kampung-kampung sekitar
Pelanggahan sekarang menjadi tempat persinggahan jamaah haji dulunya.
5.
Banyak persamaan antara Aceh (saat itu)
dengan Makkah, sama-sama Islam, bermazhab Syafi’i, berbudaya Islam, berpakaian
Islam, berhiburan Islam, dan berhukum dengan hukum Islam. Seluruh penduduk
Makkah beragama Islam dan seluruh penduduk Aceh juga Islam. Orang Aceh masuk
dalam agama Islam secara kaffah tidak ada campur aduk antara adat kebiasaan
dengan ajaran Islam, tetapi kalau sekarang sudah mulai memudar.
Rujukan:
A.Mustofa,Abdullah,Perkembangan Islam di Nusantara ( Wahana
Jakarta pada Tahun 1999)
Alfian
Ibrahim, Sastra Perang : Sebuah
Pembicaraan Mengenai Hikayat Prang Sabil, (
Penerbit Balai Pustaka, Tahun
Tahun 1992 )
Muhammad Said,
Atjeh Sepanjang Abad, (Medan: Waspada, 1960)
Umar Muhammad,
Peradaban Rakyat Aceh, ( Penerbit
Yayasan Busafat Banda Aceh, Tahun 2006
).
Muh.Asnawi, Sejarah
Kebudayaan Islam, ( Penerbit, Aneka
Ilmu Anggota IKAPI Seumarang Tahun 2006