M. Jabalnur, SHI
Sultan lskandar Muda yang pada masa bayinya sering disebut Tun Pangkat Darma Wangsa, (Zainuddin: 1957, 21) dibesarkan dalam lingkungan keluarga istana, sehinga sejak masa kecilnya telah mengetahui bagaimana seluk beluk kehidupan adat dan tata kerama dalam istana, baik dalam hal sopan santun antar anggota keluarga raja maupun dalam urusan penyambutan tamu dan lain sebaginya. Sejak usia antara 4 dan 5 tahun kepadanya telah diajarkan berbagai ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan Agama dengan cara menghadirkan ulama sebagai gurunya. Selain dia, ke dalam istana diikutsertakan juga teman-temannya yang lain untuk belajar bersama. (Zainuddin, 1957: 20)
Ketika usianya mencapai baligh, ayahnya menyerahkan Iskandar Muda bersama beberapa orang budak pengiringnya kepada Teungku Di Bitai (salah seorang ulama turunan Arab dari Baitul Mukadis yang sangat menguasai ilmu falak dan ilmu firasat). Dari ulama ini secara khusus dia mempelajari ilmu nahu. Melihat kecerdasan, ketekunan, kemuliaan sikap dan tingkah laku lskandar Muda telah menjadikannya sebagai salah seorang murid yang paling disayangi oleh Teungku Di Bitai. Karena itu, pada suatu hari gurunya diilhami untuk memberikan satu nama kebesaran kepadanya dengan gelar Tun Pangkat Peurkasa Syah (Zainuddin, 1957: 27). Semenjak saat itu, panggilan Peurkasa terhadap Iskandar Muda yang masih muda belia semakin populer bukan hanya di kalangan istana saja tetapi julukan itu semakin terkenal hingga ke seluruh pelosok negeri.
Dalam kurun-kurun berikutnya, ayahnya Sultan Mansursyah mulai menerima kedatangan ulama-ulama terkenal dari Mekah, di antaranya Syekh Abdul Khair Ibnu Hajar dan Sekh Muhammad Jamani yang keduanya ahli dalam bidang ilmu fiqah, tasawuf dan ilmu falak. Selanjutnya hadir lagi seorang ulama yang sangat termasyhur dari Gujarat yakni Sekh Muhammad Djailani bin Hasan Ar-Raniry. Ketiga orang ulama ini telah banyak berjasa dalam mengajarkan dan mengilhami wawasan intelektual Iskandar Muda. Selain itu, dia juga rajin mendatangi dan bertanya kepada ulama-ulama lain yang berada di luar istana untuk mempejarai berbagai ilmu yang belum diketahuinya. Pada saat menjelang dewasa, karena Iskandar Muda memiliki keberanian yang luar biasa dibanding orang lain dalam hal menegakkan kebenaran, maka kawan-kawannya dari barisan pemuda memberinya gelar Peurkasa Alam yang belakangan juga dikenal dengan sebutan Makota (Meukuta) Alam